Cap
Akupernah mendapatkan sebuah mimpi buruk. Aku tidak terlalu tenggelam dalam mimpi itu, tetapi aku bertanya-tanya, bagaimana aku bisa seberani itu untuk bermimpi tentang hal-hal yang mengerikan, padahal aku adalah seorang warga negara yang pendiam dan terhormat, seorang anak yang patuh dari ibu kita tercinta, Serbia yang menderita, sama seperti anak-anaknya yang lain. Tentu saja, jika aku adalah pengecualian dalam segala hal, hal itu akan berbeda, tetapi tidak, kawanku, aku melakukan hal yang sama seperti orang lain, dan berhati-hati dalam segala hal adalah keahlianku.
Suatu ketika aku melihat sebuah kancing yang berkilau dari seragam polisi yang tergeletak di jalan, dan aku menatap cahaya yang ajaib itu, sesaat sebelum melewatinya, penuh dengan kenangan manis, tiba-tiba, tanganku mulai bergetar dan aku bergegas memberi hormat; kepalaku tiba-tiba menunduk ke bumi, dan mulutku melebar menjadi senyuman indah yang kita semua kenakan saat menyapa atasan kita.
— Darah bangsawan mengalir di pembuluh darahku –pasti itulah yang menjadi alasannya! — Hal inilah yang aku pikirkan pada saat itu dan aku memandang dengan jijik pada orang-orang yang tidak tahu sopan santun dan lewat sembarangan sambil menginjak kancing itu.
— Kampungan! — Aku berkata dengan getir, dan meludah, lalu berjalan kembali dengan tenang, terhibur oleh pikiran bahwa orang-orang kampungan seperti itu jumlahnya sedikit; dan aku sangat senang bahwa Tuhan telah memberiku hati yang halus serta darah yang mulia dan sopan dari nenek moyang kami.
Nah, sekarang kalian bisa melihat betapa hebatnya aku, sama sekali tidak berbeda dari warga terhormat lainnya, dan kalian pasti bertanya-tanya bagaimana hal-hal yang begitu mengerikan dan bodoh bisa terjadi dalam mimpiku.
Tidak ada hal aneh yang terjadi kepadaku di hari itu.Aku menikmati makan malam yang enak dan setelah itu duduk sambil membersihkan gigi dengan tusuk gigi di waktu senggang; menyeruput anggur, kemudian, setelah menggunakan hak-hakku sebagai warga negara dengan berani dan hati-hati, aku pergi ke kamar tidur dan membawa sebuah buku agar bisa tidur lebih cepat.
Buku itu segera terlepas dari tanganku, tentunya, setelahbuku itu memuaskan keinginanku dansemua tugasku sudah selesai, aku tertidur seperti seekor anak domba yang polos.
Tiba-tiba aku menemukan diriku di sebuah jalan yang sempit dan berlumpur dengan arah melewati pegunungan.Sebuah malam yang dingin dan hitam.Angin menderu-deru di antara cabang-cabang yang tandus dan memotong seperti pisau cukur setiap kali menyentuh kulit yang telanjang. Langit yang hitam nanbodoh, dan mengancam, serta salju, yang seperti debu, bertiup ke arah mata dan menghantam wajah. Tidak terlihat sesosok jiwa pun di sana. Aku mempercepat langkah dan sesekali terpeleset di jalan yang berlumpur, ke kiri dan ke kanan. Aku terhuyung-huyung dan terjatuh dan akhirnya tersesat, aku terus mengembara — entah di mana — dan ini bukanlah sebuah malam yang singkat dan biasa, tetapi terasa seperti seabad, dan aku terus berjalan tanpa tahu berada di mana.
Jadi aku berjalan selama bertahun-tahun dan tibadi suatu tempat, jauh, sangat jauh dari negara asalku ke bagian dunia yang tidak aku ketahui, sebuah negeri yang asing yang mungkin tidak diketahui oleh siapa pun dan, aku yakin, hanya dapat ditemukandi dalam mimpi.
Saat menjelajahi tanah itu, akutibadi sebuah kota besar dan ada banyak orang yang tinggal di sana. Di sebuah pasar yang besar ada sekumpulan orang, sebuah suara yang mengerikan terdengar, cukup untuk meledakkan gendang telinga seseorang. Aku menginap di sebuah penginapan yang menghadap ke pasar dan bertanya kepada pemiliknya, mengapa ada begitu banyak orang yang berkumpul…
— Kami adalah orang-orang yang pendiam dan terhormat, — dia memulai ceritanya, — kami setia dan patuh kepada lurah.
— Apakah lurah adalah pemimpin tertinggimu? – Tanyaku, menyela dirinya.
— Lurahlah yang berkuasa di sini dan dia adalah pimpinan tertinggi kami; kekuasaan selanjutnya ada di tanganpolisi.
Aku tertawa.
— Mengapa kamu tertawa? … Apa kamu tidak tahu? … Darimana kamu berasal?
Aku memberi tahu dirinya tentang bagaimana aku bisa tersesat, dan mengatakan padanya bahwa aku datang dari sebuah negeri yang jauh — Serbia.
— Aku pernah mendengar Negara yang terkenal itu! –bisiksipemilik penginapan kepada dirinya sendiri, menatapku dengan hormat, kemudian berbicara dengan lantang:
— Itulah carakami, — lanjutnya, — lurahlah yang berkuasa disini bersama polisi-polisinya.
— Seperti apa polisi kalian?
— Sebenarnya, ada beberapa macam polisi di sini — mereka berbeda-beda, tergantung pangkatnya. Ada yang lebih terpandang dan ada yang kurang terpandang… Kami, seperti yang kamu tahu, adalah orang-orang yang pendiam dan terhormat, tetapi ada banyak gelandangan yang datang dari lingkungan sekitar, mereka merusak kehidupan kami dan mengajari kami hal-hal yang jahat. Untuk membedakan warga negara kami dengan yang lain, kemarin, lurah memberi sebuah perintah bahwa seluruh warga kami harus pergi ke Pengadilan setempat, di mana masing-masing dari kami akan dicap dahinya. Itulah sebabnya mengapa ada begitu banyak orang yang berkumpul: untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.
Tubuhku bergidik dan aku berpikir bahwa aku harus melarikan diri dari negeri yang asing ini secepatnya, karena, meskipun aku seorang Serbia, aku tidak terbiasa dengan semangat kesatriaseperti itu, dan aku jadi sedikit gelisah!
Sang pemilik rumah tertawa lepas, menepuk pundakku, dan berkata dengan bangga:
— Ah, dasarorang asing, apakah yang tadi saja sudah cukup untuk membuatmu takut? Tidak heran, kamu harus menempuh perjalanan yang panjang untuk menemukan keberanian seperti kami!
— Laluapa yang akan kalian lakukan? — Tanyaku dengan takut.
— Pertanyaan yang bagus! Kamu akan melihat seberapa beraninya kami. Kamu harus menempuh jalan yang panjang untuk menemukan keberanian seperti kami.Kamu telah melakukan perjalanan yang jauh dan melihat dunia, tetapi aku yakin kamu belum pernah melihat pahlawan yang lebih hebat daripada kami.Ayo kita pergi kesana bersama.Aku harus segera ke sana.
Ketika kami akan pergi, kami mendengar, di depan pintu, ada suara cambukkan.
Aku mengintip keluar: ada sesuatu yang menarik perhatianku — seorang pria dengan topi khas petugas yang berkilau di kepalanya, mengenakan setelan yang mencolok, dan sedang menunggangi seorang pria lainnya dengan pakaian sipil yang sangat elegan. Dia berhenti di depan penginapan dan si penunggang itu turun.
Si pemilik penginapan keluar, membungkuk, dan pria dengan setelan yang mencolok itu masuk ke dalam penginapan menuju meja yang sudah dihias secara khusus.Pria yang berpakaian sipil menunggu di depan penginapan. Si pemilik penginapan juga membungkuk kepadanya.
— Untukapa semua itu? –Tanyaku dengan sangat bingung kepada pemilik penginapan.
— Nah, yang tadi masuk ke penginapan ini adalah seorang polisi berpangkat tinggi, dan priayang itu adalah salah satu warga negara kami yang paling terhormat, sangat kaya, dan seorang patriot yang hebat, — bisik si pemilik penginapan.
— Tapi kenapa dia membiarkan orang lainmenaiki punggungnya?
Si pemilik penginapan menggelengkan kepalanya ke arahku lalu kami menepi ke samping. Dia memberiku senyumanyang mengejek dan berkata:
— Kami menganggap hal tersebut sebagai kehormatan besar yang jarang didapatkan! — Dia juga memberitahuku banyak hal hebat selain hal itu, tetapi aku sangat bersemangat sehingga aku tidak bisa mengingatnya. Tapi aku mendengar dengan jelas apa yang dia katakan di akhir pembicaraan: — Ini adalah sebuah pengorbanan untuk negara, yang belum dipelajari dan dihargai oleh negaralainnya!
—
Kami mendatangipertemuan itu dan proses pemilihan ketua sedang berjalan.
Kelompok pertama menyalonkan seorang laki-laki bernama Kolb, kalau aku tidak salah dengar, sebagai calon ketua; kelompok kedua menginginkan Talb, dan kelompok ketiga memiliki calonnya sendiri.
Terjadi kebingungan yang mengerikan; setiap kelompok menginginkan pilihan mereka masing-masing.
— Saya rasa, tidak ada orang yang lebih baik daripada Kolb yang bisa menjadi ketua dari pertemuan yang sepenting itu, — kata sebuah suara dari kelompok pertama, — karena kita semua tahu betul tentang kebajikannya sebagai warga negara dan keberaniannya yang besar. Saya rasa tidak ada seorang pun di antara kita di sini yang bisa membanggakan diri karena sering ditunggangi oleh orang-orang yang sangat penting…
— Anda tidak berhak untuk bicara seperti itu, — pekik seseorang dari kelompok kedua. — Anda tidak pernah ditunggangi oleh seorang petugas polisi junior!
— Kami tahu kebajikan Anda, — seru seseorang dari kelompok ketiga. — Anda tidak akan pernah bisa menahan satu pukulan cambuk pun tanpa melolong!
— Mari kita luruskan hal ini, saudara-saudara! – Kolb memulai percakapan. — Memang benar bahwa orang-orang terkemuka pernah menunggangi saya sepuluh tahun yang lalu; mereka mencambuk saya dan saya tidak pernah menangis, tetapi mungkin, ada yang lebih pantas di antara kita. Mungkin ada calon yang lebih muda dan lebih baik.
— Tidak, tidak, — teriak para pendukungnya.
— Kami tidak ingin mendengar tentang prestasi yang sudah ketinggalan zaman! Sudah lewat sepuluh tahun dari sejak Kolb ditunggangi, — teriak suara-suara dari kelompok kedua.
— Darah mudalahyang akanmengambil alih, biarkan anjing tua mengunyah tulang yang tua, — kata beberapa orang dari kelompok ketiga.
Tiba-tiba suasana menjadi hening; orang-orang bergerak mundur, ke kiri dan ke kanan, untuk membuka jalan dan aku melihat seorang pemuda berusia sekitar tiga puluh tahun.Saat dia mendekat, semua kepala tertunduk.
— Dia siapa? — Bisikkukepada pemilikpenginapan.
— Dia adalah pemimpin favorit. Seorang pria muda, tapi sangat menjanjikan.Di hari-hari awalnya, dia bisa membanggakan diri karena pernah menggendong lurah di punggungnya sebanyak tiga kali.Dia lebih populer dari siapapun.
— Apa mereka akan memilihnya? — Tanyaku lagi.
— Itu lebih dari pasti, karena kandidat lainnya — mereka semua lebih tua, waktu sudah menyusul mereka, sedangkan kemarin, lurah pernah naik sebentar di punggungnya.
— Siapa namanya?
— Kleard.
Mereka memberinya tempat terhormat.
— Saya rasa, — Suara Kolb memecah kesunyian, — kita tidak dapat menemukan pria yang lebih baik untuk posisi ini selain Kleard. Dia masih muda, tapi tidak seorangpun dari kita yang lebih tua, yang setara dengannya.
— Benar,benar! … Hidup Kleard! … — teriak semua suara.
Kolb dan Talb mengantarnya ke tempat ketua.Semua orang membungkuk, dan suasana menjadi sangat hening kala itu.
— Terima kasih, saudara-saudara, atas rasa hormat yang tinggi dan penghargaan yang telah kalian berikan dengan suara bulat kepada saya. Harapan kalian, yang ada pada saya sekarang, terlalu berlebihan. Tidaklah mudah untuk mengarahkan kapal yang terisi dengan keinginan suatu bangsa untuk melalui hari-hari yang penting, tetapi saya akan melakukan segala daya upaya untuk menggunakan kepercayaan kalian, untuk mewakili pendapat kalian dengan jujur, dan untuk mendapatkan penghargaan kalian yang tinggi. Terima kasih, saudara-saudara, karena telah memilih saya.
— Hore! Hore! Hore! –gemuruh seluruh pemilih di semua penjuru.
— Dan sekarang, saudara-saudara, saya harap kalian dapat mengizinkan saya untuk menyampaikan beberapa patah kata tentang acara yang penting ini. Tidaklah mudah untuk menahan rasa sakit seperti itu, siksaan berat yang menanti kita; tidaklah mudah untuk memberikan dahi kita untuk dicap dengan besi yang panas. Memang, tidak mudah — itu adalah rasa sakit yang tidak semua orang bisa menahannya. Biarlah para pengecut gemetar, biarkan mereka memucat ketakutan, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita adalah putra para leluhur yang pemberani, bahwa darah bangsawan mengalir di nadi kita, darah heroik kakek kita, para ksatria hebat yang dulu mati tanpa mengedipkan kelopak mata untuk kemerdekaan dan untuk kebaikan kita semua, kita adalah keturunan mereka.
Penderitaan yang kita alami ini kecil, jika kalian membandingkannya dengan penderitaan mereka — apakah kitaakan berperilaku seperti keturunan yang mengalami kemunduran dan pengecut karena kita hidup lebih baik daripada sebelumnya? Setiap patriot sejati, setiap orang yang tidak ingin mempermalukan bangsa kita di hadapan seluruh dunia, akan menanggung rasa sakit layaknyaseorang pria dan seorang pahlawan.
— Benar! Benar! Hidup Kleard!
Ada beberapa pembicara yang berapi-api setelah Kleard; mereka menyemangati orang-orang yang ketakutan dan kurang lebih mengulangi hal yang sama dengan apa yang dikatakan Kleard.
Kemudian seorang lelaki tua yang pucat dan terlihat lemah, dengan wajahnya yang keriput, rambut dan janggutnya yang seputih salju, meminta ijin untuk berbicara. Lututnya goyah karena usia, tangannya bergetar, punggungnya bungkuk. Suaranya gemetar, matanya berkaca-kaca.
— Anak-anak, — dia memulainya, dengan air mata yang mengalir di pipinya yang putih dan keriput dan terjatuh di janggut putihnya, — Aku sengsara dan aku akan segera mati, tetapi menurutku sebaiknya kalian tidak membiarkan rasa malu seperti itu datang kepada kalian. Umurku seratus tahun, dan akumasih tetap hidup tanpa hal itu!… Mengapa cap perbudakan harus tergambar di kepalaku yang putih dan lelah ini sekarang? …
— Hentikan perkataan itu bajingan tua! — teriaksang ketua.
— Hentikan dia! — teriakyang lainnya.
— Pengecut tua!
— Bukannya menyemangati kaum muda, dia malah menakuti semua orang!
— Dia seharusnya malu dengan ubannya! Dia telah hidup cukup lama, dan dia masih saja takut — kita yang masih muda malah lebih berani…
— Hentikan pengecut itu!
— Usir dia!
— Hentikan dia!
Sekelompok patriot muda pemberani yang marah menyerbu lelaki tua itu dan mulai mendorong, menarik, dan menendangnya dalam amarah mereka.
Mereka akhirnya membiarkan dia pergi karena usianya –kalau bukan karena usia, mereka pasti akan melempari dia hidup-hidup dengan batu.
Mereka semua berjanji kepada diri mereka sendiri untuk menjadi berani esok hari dan menunjukkan bahwa diri mereka layak atas kehormatan dan kemuliaan dari bangsa mereka.
Orang-orang meninggalkan pertemuan itu dengan sangat tertib. Saat berpisah mereka berkata:
— Besok kita akanmelihat jati diri orang-orang yang sebenarnya!
— Kitaakanmengetahui siapa saja yang pembualbesok!
— Inilah saat yang tepatbagi orang-orangyang pantas untuk membedakan diri mereka dengan mereka yang tidak pantas, sehingga seorang bajingan tidak bisa membangga-banggakan hati yang berani!
—
Aku kembali ke penginapan.
— Kamu sudah melihat kan kalau kami ini terbuat dari apa? — sang pemilik penginapan bertanya kepadaku dengan bangga.
— Tentu saja, — Aku otomatis menjawab, dan merasa bahwa kekuatanku telah meninggalkanku dan kepalaku berdengung dan meninggalkan kesan yang aneh.
Pada hari itu juga,aku membaca sebuah artikel utama di koran mereka yang berbunyi seperti ini:
— Wahai warga negara, inilah saatnya untuk menghentikan kesombongan dan bualan di antara kita; inilah saatnya untuk berhenti menghargai kata-kata kosong yang kita gunakan secara berlebihan untuk menampilkan kebajikan khayalan kita. Waktunya telah tiba, wahai warga negara, untuk menguji kata-kata kita dan menunjukkan siapa yang benar-benar pantas dan siapa yang tidak! Tapi kami percaya bahwa tidak akan ada pengecut yang memalukan di antara kita yang harus dibawa secara paksa ke tempat pengecapan yang telah ditentukan. Masing-masing dari kita yang di nadinya mengalir setetes darah mulia dari nenek moyang kita, akan berjuang untuk menjadi orang pertama yang menanggung rasa sakit dan kesedihan ini, dengan rasa bangga dan tenang, karena ini adalah rasa sakit yang suci, ini adalah pengorbanan untuk kebaikan negara kita dan kesejahteraan kita semua. Lanjutkanlah, wahai warga negara, karena besok adalah hari ujian yang mulia!…
—
Si pemilik penginapan langsung tertidur setelah pertemuan di hari itu agar bisa datang secepat mungkin ke tempat yang telah ditentukan keesokan harinya.Namun, ada banyak orang juga yang langsung pergi ke Balai Kota agar bisa berada sedekat mungkin dengan awal antrian.
Keesokan harinya aku juga pergi ke Balai Kota. Semua orang ada di sana— tua dan muda, pria dan wanita. Beberapa ibu menggendong bayi kecil mereka agar dapat dicap dengan cap perbudakan, yang mereka sebut kehormatan, dan dengan demikian mereka bisa mendapatkan hak yang lebih besar untuk posisi yang tinggi dalam pelayanan sipil.
Terjadi dorongan dan sumpah serapah (untuk yang satu itu, mereka mirip dengankami orang Serbia, dan entah bagaimana aku senang melihat kondisi itu), dan semua orang berusaha keras untuk bisa menjadi yang pertama di depan pintu. Beberapa bahkan saling mencekik leher.
Capini diterapkan oleh seorang pegawai negeri sipil khusus yang mengenakan setelan putih formal dan sedikit mencela warga:
— Ya ampun, jangan berisik, semua orang akan mendapatkan gilirannya –kalian bukan hewan, kita bisa mengaturnya tanpa harus saling mendorong.
Pengecapan dimulai.Ada yang berteriak, ada yang hanya mengerang, tapi tidak ada yang bisa menahannya tanpa suara selama aku berada di sana.
Aku tidak tahan untuk melihat siksaan ini terlalu lama, jadi aku kembali ke penginapan, tetapi beberapa dari mereka sudah berada di sana, makan-makan dan minum-minum.
— Sudah selesai! — kata salah satu dari mereka.
— Ya, kitamemang tidak benar-benar berteriak, tapi Talb meringis seperti keledai! … — kata orang yang lain.
— Kalian lihatsendiri seperti apa Talb kalian, dan kalian ingin dia untuk menjadi ketua pertemuan kemarin.
— Ah, kita tidak pernah tahu!
Mereka berbicara, mengerang kesakitan dan menggeliat, tetapi saling berusaha menyembunyikannya, karena masing-masing dari mereka merasa malu jika dianggap pengecut.
Kleard mempermalukan dirinya sendiri, karena mengerang, dan seorang pria bernama Lear menjadi seorang pahlawan karena dia meminta agar dua cap tertempel di dahinya dan tidak mengeluarkan suara kesakitan. Seluruh kotamembicarakan dirinya dengan sangat hormat.
Beberapa orang melarikan diri, tetapi mereka dipandang rendah oleh semua orang.
Setelah beberapa hari, orang dengan dua cap di dahinya itu berjalan dengan kepala yang terangkat tinggi, dengan martabat dan harga diri, penuh kemuliaan dan kebanggaan, dan kemanapun dia pergi, semua orang membungkuk dan melepaskan topinya untuk memberi hormat kepada pahlawan di hari itu.
Pria, wanita, dan anak-anak mengejarnya di jalanan untuk melihat pria terhebat di negara itu. Ke mana pun dia pergi, bisikan-bisikan yang terinspirasi oleh kekaguman mengikutinya: ‘Lear, Lear! … Itu dia! … Dialah pahlawan yang tidak melolong, yang tidak bersuara saat dua cap ditandaidi dahinya!’Dia menjadi berita utama di surat kabar, dipuji dan dimuliakan.
Dan dia pantas untuk mendapatkan cinta dari para warga.
—
Di mana-mana aku mendengar pujian untuk dirinya, dan aku mulai merasakan darah tua Serbia yang mengalir di nadiku, nenek moyang kami adalah pahlawan, mereka mati tertusuk untuk mempertaruhkankemerdekaan; kami juga memiliki masa lalu yang heroik dan Kosovo kami sendiri. Aku senang dengan kebanggaan dan kesombongan seorang warga negara, dan ingin menunjukkan seberapa beraninya ras dari negaraku dan bergegas pergi ke Balai Kota lalu berteriak:
— Mengapa kalian memuji Lear kalian?… Kalian belum pernah melihat pahlawan yang sebenarnya! Datang dan saksikan sendiri seperti apa darah bangsawan Serbia itu! Tandai sepuluh cap di kepalaku, tidak hanya dua!
Pegawai negeri sipil berjas putih itu mendekatkan capnya di dahiku, dan aku mulai… Aku terbangun dari mimpiku.
Aku mengusap dahi karena ketakutan dan membuat tanda salib, bertanya-tanya tentang hal-hal aneh yang muncul dalam mimpiku.
— Aku hampir membayang-bayangi kemuliaan Lear mereka, — Aku berpikir dan, merasa puas, membalikkan badan, dan entah bagaimana aku menyesal karena mimpiku belum berakhir.
Di Beograd, 1899.
Untuk Proyek “Radoje Domanović” diterjemahkan oleh Verdia Juliansyah Cancerika, 2020.
Pemikiran seekor lembu Serbia
Ada banyak keajaiban yang terjadi di dunia ini, dan negara kami, seperti yang dikatakan oleh banyak orang, penuhdengan banyak keajaiban sampai-sampai keajaiban yang terjadi di sini tidak lagi dianggap sebagai keajaiban. Ada orang-orang denganposisi yang sangat tinggi di sini yang sama sekali tidak menggunakan pikirannya, dan sebagai kompensasinya, atau mungkin karena beberapa alasan lain, seekor sapi ternak biasa, yang tidak berbeda sedikit pun dari lembu Serbia lainnya, mulai membuka pikirannya. Entah apa yang terjadi sehingga hewan yang cerdik ini berani melakukan sesuatu yang kurang ajar seperti itu, terutama karena sudah terbukti bahwa penjajahan yang tidak menguntungkan di Serbia ini hanya akan merugikan Anda.
Boleh dibilang, iblis yang malang ini, dengan semua kenaifannya, bahkan tidak mengetahui bahwa usaha ini tidak mendatangkan keuntungan di tanah airnya, jadi kita tidak akan menghubungkannya dengan keberanian sipil tertentu. Tetapi penyebab mengapa seekor lembu harus menggunakan pikirannya masih menjadi misteri, karena dia tidak memiliki hak pilih, bukan seorang anggota dewan, ataupunlurah, dia juga belum terpilih sebagai wakil di majelis sapi mana pun, atau bahkan seorang senator(jika dia telah mencapai usia tertentu).
Dan seandainya jiwa yang malang itu pernah bermimpi untuk menjadi seorang menteri negara di negara sapi mana pun, dia seharusnya mempraktikkan cara yang sebaliknya, yaitu menggunakan pikirannya sejarang mungkin, sama seperti menteri-menterihebat di beberapa negara yang lebih bahagia, meskipun negara kami juga tidak seberuntung itu dalam hal ini. Pada akhirnya, mengapa pula kita harus peduli tentang penyebab mengapa seekor lembu di Serbia melakukan usaha keras yang sudah ditinggalkan oleh rakyatnya?Lagipula, mungkin dia mulai menggunakan pikirannya hanya karena naluri alaminya.
Jadi, lembu jenis apakah dia? Seekor lembu biasa yang, seperti yang diajarkan ilmu hewan kepada kita, memiliki kepala, tubuh, dan anggota tubuh, sama seperti semua lembu lainnya; dia menarik gerobak, memakan rumput, menjilati garam, memamah biak dan meringkik. Namanya Abu.
Inilahawal mula mengapa dia mulai menggunakan pikirannya.Pada suatu hari majikannya mencambuk dirinya dan temannya, Arang, yang mengangkut beberapa tiang pancang curian dengan gerobak dan membawanya ke kota untuk dijual. Sesaat setelah memasuki kota, dia menjual tiang pancang tersebut,kemudian Abu dan temannyayang masih bebas, diikat menggunakanrantai padasebuah kuk, dia lalu melemparkan seikat bunga anemon di depan mereka, dan dengan riang pergi ke sebuah bar kecil untuk menyegarkan diri dengan sedikit minuman. Ada festival yang sedang berlangsung di kota, jadi ada banyak pria, wanita, dan anak-anak yang melintas dari semua sisi.
Arang, atau yang dikenal oleh lembu lain sebagai lembu yang agak bodoh, tidak melihat apa-apa, sebaliknya, dia terjebak dalam makan siangnya dengan sangat serius, makan dengan perut yang buncit, meringkik sedikit karena menikmati makanannya, kemudian berbaring, tertidur manis sambil mengunyah. Orang-orang yang melintasdi sanabukanlah urusannya. Dia hanya tertidur dan mengunyah dengan damai (sayangnya dia bukan manusia, semua kebiasaanitu cocok untuk karir yang tinggi).Tapi Abu tidak bisa memakan makanannya. Matanya yang melamun dan ekspresi sedih di wajahnya sekilas menunjukkan bahwa dia adalah seekor pemikir, dan sebuah jiwa yang manis dan mudah terpengaruh.
Orang-orang Serbia melewatinya, bangga dengan masa lalu mereka yang mulia, nama mereka, bangsa mereka, dan kebanggaan ini terlihat dalam sikap dan langkah mereka yang tegas. Abu mengamati semua ini, dan jiwanya tiba-tiba diliputi oleh kesedihan dan rasa sakit karena ketidakadilan yang luar biasa, dan dia tidak bisa menolak emosi yang begitu kuat dan tiba-tiba ini; dia meringis sedih, dengan rasa sakit, air mata mengalir di matanya. Dan dalam kesakitan yang luar biasa ini, Abu mulai berpikir:
– Hal apa yang sangat dibanggakan olehmajikanku dan rekan-rekan senegaranya, orang-orang Serbia? Mengapa mereka mengangkat kepala mereka begitu tinggi dan memandang bangsaku dengan penuh kesombongan dan penghinaan?Mereka bangga dengan tanah air mereka, bangga bahwa takdir yang penuh dengan belas kasih mengijinkan mereka untuk terlahir di Serbia. Ibuku juga melahirkanku di sini, di Serbia, dan Serbia bukan hanya tanah airku tetapi juga ayahku, dan nenek moyangku, samaseperti mereka, kami semuadatang bersama-sama ke tanah ini dari tanah air Slavia yang lama.
Namun tak satu pun dari kami, para lembu, yang merasa bangga karenanya, kami hanya bangga dengan kemampuan kami untuk menarik beban yang berat ke atas bukit; sampai hari ini, tidak pernah ada seekor lembu pun yang memberi tahu seekor lembu Jerman: “Apa yang kamu inginkan dariku, aku adalah seekor lembu Serbia, tanah airku adalah negara Serbia yang aku banggakan, semua leluhurku melahirkan di sini, dan di sini, di negeri ini, adalah kuburan nenek moyangku.“Amit-amit, kami tidak pernah bangga akan hal ini, hal seperti ini tidak pernah terlintas di benak kami, tapi mereka bangga akan hal itu. Dasar orang aneh!
Karena pikiran-pikiran ini, sayangnya, lembu itu menggelengkan kepalanya, bel di lehernya berbunyi dan kuk pun berderak.Arang membuka matanya, menatap temannya, dan melenguh:
–Lagi-lagi kau memusingkan diri dengan semua omong kosongmu! Makanlah bodoh, kumpulkan sedikit lemak, lihatlah tulang-tulang rusukmu yang mencuat; jika berpikir adalahsuatu hal yang baik, orang-orang tidak akan menyerahkannya kepada kita. Tidak mungkin kita seberuntung itu!
Abu memandang rekannya dengan rasa kasihan, memalingkan muka darinya, dan tenggelam kembali dalam pikirannya.
–Mereka bangga dengan masa lalu mereka yang gemilang. Mereka melalui Medan Kosovo, Pertempuran Kosovo.Hanya itu, bukankah nenek moyangkujuga menarik gerobak yang berisi makanan dan persenjataan pada saat itu?Jika bukan karena kami, orang-orang itu harus melakukannya sendiri.Kemudian ada pemberontakan saat melawan Turki. Suatu usaha yang agung dan mulia, tetapi siapa yang berada di sana saat itu? Apakah orang-orang tolol berhidung tinggi ini, yang mondar-mandir dengan bangga di hadapanku seolah-olah merekalah yang berjasa karena mengangkat pemberontakan?Lihat saja majikanku sebagai contohnya.
Dia juga sangat bangga dan membual tentang pemberontakan, terutama karena fakta bahwa kakek buyutnya tewas dalam perang kemerdekaan sebagai pahlawan sejati. Dan apakah itu jasa tuanku? Kakek buyutnya berhak untuk bangga, tapi bukan dia; kakek buyutnya tewasagar tuanku, keturunannya, bisa bebas. Dan sekarangdia sudah bebas, lalu bagaimana dia menggunakan kebebasannya? Dia mencuri tiang pancang orang lain, duduk di gerobak, dan aku harus menarik dirinya dan tiang pancang itu saat dia tertidur di belakang tali kekang.
Sekarang,setelah menjual tiang pancangnya, dia meminum minuman keras, tidak melakukan apa-apa dan bangga dengan masa lalunya yang gemilang.Dan ada berapa banyak dari nenek moyangku yang telah dibantai dalam pemberontakan untuk memberi makan para pejuang?Dan bukankah nenek moyangku pada saat itu juga mengangkut persenjataan, meriam, makanan, dan amunisi?Namun kami tidak bangga dengan jasa mereka karena kami belum berubah; kami masih melakukan tugas kami hingga hari ini, seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kami, dengan sabar dan hati-hati.
Mereka bangga atas penderitaan nenek moyang mereka dan lima ratus tahun perbudakan. Kerabatku telah menderita di sepanjang hidup kami, dan hari ini kami masih menderita dan diperbudak, namun kami tidak meneriakkan hal itu sekeras-kerasnya.Mereka bilang orang Turki telah menyiksa, membantai dan menusuk mereka; tapi nenek moyangku dibantai oleh orang Serbia maupun Turki, dipanggang, dan disiksa sedemikian rupa.
Mereka bangga dengan agama mereka, namun mereka tidak percaya pada apa pun. Apa kesalahanku dan bangsaku sehingga kami tidak dapat diterima di antara orang-orang Kristen? Agama mereka mengatakan kepada mereka untuk “jangan mencuri” tapi tuanku malah mencuri dan minum-minum dari uang yang dia dapat dari mencuri. Agama mereka memerintahkan mereka untuk mencintai sesamanya, namun mereka hanya menyakiti satu sama lain. Bagi mereka, manusia terbaik, sebagai contoh kebajikan, adalah manusia yang tidak melakukan kejahatan, dan tentu saja, tidak ada yang meminta siapa pun untuk melakukan kebaikan, selain tidak menyakiti orang lain. Itulah contoh dari seberapa rendahnya mereka sehingga contoh kebajikan mereka tidak lebih dari barang tidak berguna yang tidak membahayakan.
Lembu itu menghela nafas dalam-dalam, dan hela nafasnya mengangkat debu dari jalanan.
– Jadi – lembu itu melanjutkan pikiran sedihnya – dalam hal ini, bukankah aku dan kerabatku lebih baik dalam semua itu daripada mereka? Aku tidak pernah membunuh siapa pun, aku tidak pernah mencemarkan nama baik siapa pun, tidak pernah mencuri apa pun, tidak memecat orang yang tidak bersalah dari layanan publik, tidak mendefisitkan kas negara, belum pernah menyatakan kebangkrutan palsu, aku tidak pernah mengikat atau menangkap orang yang tidak bersalah, aku tidak pernah memfitnah teman-temanku, aku tidak pernah melanggar prinsip-prinsip lembuku, aku tidak pernah membuat kesaksian palsu, aku tidak pernah menjadi menteri negara dan tidak pernah merugikan negara, dan aku bukan hanya tidak merugikan, aku bahkan berbuat baik kepada mereka yang menyakitiku.
Ibuku melahirkanku, dan tidak lama kemudian, orang-orang jahat itu bahkan mengambil susu ibuku dariku. Tuhan setidaknya telah menciptakan rumput untuk kami para lembu, bukan untuk manusia, namun mereka juga mencabuti rumput-rumputkami.Dan dengan mengesampingkan semua pukulan itu, kami tetap menarik gerobak manusia, membajak ladang mereka dan memberi mereka roti. Namun tidak ada yang mengakui jasa yang kami lakukan untuk tanah air ini…
– Atau puasa contohnya; Nah, bagi manusia, agama memerintahkan mereka untuk berpuasa pada semua hari raya, namun mereka bahkan tidak bersedia untuk menanggung puasa yang sebentar ini, sementara aku dan bangsaku berpuasa di sepanjang hidup kami, sejak pertama kali kami disapih dari payudara ibu.
Lembu ini menundukkan kepalanya seolah-olah dia khawatir, lalu mengangkatnya lagi, mendengus marah, dan sepertinya ada suatu hal penting yang masuk kembali ke dalam pikirannya dan menyiksanya; Tiba-tiba, dia melenguh dengan gembira:
– Oh, aku tahu sekarang, pasti karena itu – dan dia terus berpikir, – itu dia; mereka bangga dengan kebebasan dan hak sipil mereka. Akuharus memikirkannya dengan serius.
Dan dia berpikir, dan berpikir, tapi tidak bisa mengeluarkannya.
– Apasaja hak-hak mereka ini? Jika polisi memerintahkan mereka untuk memilih, mereka akanmemilih, dan jika seperti itu, kamidapat dengan mudah melontarkan kata: “Mee-mii-liih!” Dan jika mereka tidak diperintahkan, mereka tidak berani memilih, atau bahkan mencoba-coba politik, sama seperti kami. Mereka juga mendapatkan pemukulan di penjara, meskipun sama sekali tidak bersalah. Setidaknya kami meringkik dan melambaikan ekor kami, dan mereka bahkan tidak memiliki keberanian sipil yang kecil itu.
Pada saat itu, majikannya keluar dari bar. Mabuk, terhuyung-huyung, dengan mata yang kabur, menggumamkan beberapa kata yang tidak bisa dimengerti, berjalan menuju gerobak.
– Lihatlah bagaimana keturunan yang sombong ini menggunakan kebebasan yang dimenangkan dengan darah leluhurnya? Benar, majikanku adalah seorang pemabuk dan pencuri, tapi bagaimana orang lain menggunakan kebebasan ini? Hanya untuk bermalas-malasan dan bangga akan masa lalu dan jasa nenek moyang mereka, di mana mereka memiliki kontribusi sebanyak diriku. Dan kami para lembu, kami tetap menjadi pekerja keras dan berguna seperti nenek moyang kami sebelumnya.Kami memang lembu, tapi kami masih bisa bangga dengan kerja keras dan jasa kami hari ini.
Lembu itu menghela nafas dalam-dalam dan menyiapkan lehernya untuk kuknya.
Di Beograd, 1902.
Untuk Proyek “Radoje Domanović” diterjemahkan oleh Verdia Juliansyah Cancerika, 2020.
Chapa
Nilikuwa na ndoto mbaya. Sishangai sana kuhusu ndoto yenyewe, lakini ninashangaa ni jinsi gani ningeweza kupata ujasiri wa kuota mambo mabaya, wakati mimi ni raia mtulivu na mwenye heshima mwenyewe, mtoto mtiifu wa mama yetu mpendwa, anayeteseka Serbia, kama watoto wake wengine wote. Kwa kweli, unajua, kama ningekuwa wa kipekee katika kitu chochote, itakuwa tofauti, lakini hapana, rafiki yangu mpendwa, mimi hufanya sawa sawa kabisa na watu wengine, na kwa kuwa mwangalifu katika kila kitu, hakuna mtu anayeweza kulinganishwa nami hapo. Wakati mmoja niliona kitufe cha rangi ya sare ya polisi kikiwa kimekaa barabarani, na nikatazama mng’ao wake wa miujiza, karibu naelekea kupita, nikiwa nimejawa na kumbukumbu nzuri, wakati ghafla, mkono wangu ukaanza kutetemeka na ukachomoka na kupiga saluti; kichwa changu kiliinamia ardhi yenyewe, na mdomo wangu ukaenea ndani ya tabasamu hilo zuri ambalo sisi sote tulilivaa tunapowasalimu wakuu wetu.
– Damu tukufu inapita kwenye mishipa yangu – ndivyo ilivyo! – Hichi ndicho nilifikiria wakati huo na nilitazama kwa dharau watu wakatili waliopita na kukikanyaga kifungo kile bila kujali.
– Mkatili! – Nilisema kwa uchungu, nikatema mate, kisha nikaondoka kimya kimya, nikiwa nimefarijiwa na wazo kwamba wakatili kama hao ni wachache; na nilifurahi sana kuwa Mungu alikuwa amenipa moyo uliosafishwa na utukufu, damu karimu ya babu zetu.
Kweli, unaweza kuona sasa mimi ni mtu mzuri sana, sio tofauti kabisa na raia wengine wenye heshima, na bila shaka utashangaa jinsi mambo mabaya na ya kipumbavu yanaweza kutokea katika ndoto zangu.
Hakuna kitu kisicho cha kawaida kilinitokea siku hiyo. Nilikula chakula cha jioni kizuri na baadaye nikakaa kuchokonoa meno yangu kwa starehe; nikinywa divai yangu, kisha, baada ya kutumia haki yangu ya kishujaa na kizalendo kama raia, nilienda kitandani na nikachukua kitabu ili niweze kulala haraka zaidi.
Kitabu hicho kilianguka haraka kutoka kwenye mikono yangu, ambapo, kwa kweli, kiliridhisha hamu yangu na, majukumu yangu yote kukamilika, nikalala bila hatia kama mwana-kondoo.
Ghafla nilijikuta kwenye barabara nyembamba, yenye matope iliyoelekea kwenye milima. Usiku wenye baridi na mweusi. Upepo ulipuliza kati ya matawi tasa na kukata kama wembe kila unapogusa ngozi. Anga nyeusi, bubu, na ya kutisha, na theluji, kama mavumbi, ikipuliza macho ya mtu na kupiga juu ya uso. Hamna roho iliyo hai popote. Nina haraka na mara kwa mara nateleza kwenye barabara yenye matope kuelekea mara kushoto, mara kulia. Ninatetemeka na kuanguka na mwishowe nikapoteza njia, naendelea kutembea – Mungu anajua wapi – na sio usiku mfupi, wala wa kawaida, lakini kwa muda mrefu kama karne, na ninatembea wakati wote bila kujua ni wapi.
Hivyo nilitembea kwa miaka mingi sana na nilifika mahali, mbali, mbali na nchi yangu ya asili kwenda sehemu isiyojulikana ya ulimwengu, kwenda nchi ya kushangaza ambayo labda hakuna mtu anaijua na ambayo, nina hakika, inaweza kuonekana tu kwenye ndoto.
Kuzurura ardhini pale nilifika katika mji mkubwa ambao watu wengi walikuwa wakiishi. Katika soko kubwa la watu kulikuwa na umati mkubwa, kelele nyingi ikiendelea, ya kutosha kupasua ngoma ya sikio la mtu. Niliingia kwenye mgahawa uliyoangaliana soko na nikamuuliza mwenye nyumba kwanini watu wengi wamekusanyika pamoja…
– Sisi ni watu watulivu na wenye heshima, – alianza simulizi yake, – sisi ni waaminifu na watiifu kwa Chifu.
– Chifu sio mamlaka ya juu kabisa? – Niliuliza, nikimkatiza.
– Chifu anatawala hapa na yeye ndiye mamlaka ya juu; kisha polisi wanafuatia.
Nilicheka.
– Kwanini unacheka?… Je! Hukujua?… Unatoka wapi?
Nilimwambia jinsi nilivyopotea, na kwamba nimetoka nchi ya mbali – Serbia.
– Nimesikia kuhusu nchi hiyo maarufu! – alimnong’oneza mwenye nyumba mwenyewe, akiniangalia kwa heshima, kisha akasema kwa sauti:
– Hiyo ndio njia yetu, – aliendelea, – Chifu anatawala hapa na polisi wake.
– Je! Polisi ni wa aina gani?
– Kweli, kuna aina tofauti za polisi – hutofautiana, kulingana na vyeo vyao. Kuna wanaojitambua na wasiojitambua… Sisi ni, unajua, watu tulivu na wenye heshima, lakini kila aina ya wazururaji hutoka kwa majirani, watufisadi na kutufundisha mambo mabaya. Ili kutofautisha kila raia wetu na watu wengine Chifu alitoa agizo jana kwamba raia wetu wote waende katika Korti ya mtaa, ambapo kila mmoja wetu atapewa na chapa kwenye paji la uso wake. Hii ndio sababu watu wengi wameungana: ili kushauriana nini cha kufanya.
Nilishtuka na kudhani kwamba napaswa kukimbia kutoka nchi hii ya kushangaza haraka iwezekanavyo, kwa sababu mimi, ingawa natokea Serbia, sikuweza kutumiwa kuonyesha moyo ya chivalry, na nilikuwa na wasiwasi kidogo juu yake!
Mmiliki wa nyumba alicheka kwa ukarimu, akanigonga begani, akasema kwa ukarimu:
– Ah, mgeni, hii inatosha kukutia woga? Haishangazi, lazima uende mbali ili kupata ujasiri kama wetu!
– Na unamaanisha kufanya nini? – Niliuliza kwa hofu.
– Ni swali gani! Utaona jinsi gani sisi ni jasiri. Lazima uende mbali zaidi ili upate ujasiri kama wetu, nakwambia. Umesafiri mbali sana na kuuona ulimwengu, lakini nina uhakika haujawahi kuona mashujaa wakubwa kuliko sisi. Wacha tuende huko pamoja. Lazima niharakishe.
Tulikuwa tu karibu kwenda wakati tuliposikia, mbele ya mlango, sauti wa mjeledi.
Nikachungulia nje: kulikuwa na kitu cha kuangalia – mtu mwenye taji yenye kung’aa, yenye pembe tatu kichwani mwake, amevaa suti angavu sana, alikuwa amepanda mgongo wa mtu mwingine akiwa amevaa nguo tajiri za kawaida, za raia. Alisimama mbele ya mgahawa na yule mpandaji akashuka.
Mmiliki wa nyumba akatoka, akainama chini, na yule mtu aliyevaa suti ya gaudy akaenda ndani ya mgahawa kwenye meza iliyopambwa sana. Yule katika nguo za raia alikaa mbele ya mgahawa na akasubiri. Mmiliki wa nyumba alimsujudia pia.
– Je! Yote haya ni nini? – Nilimuuliza mwenye nyumba, huku nimeshangazwa sana.
– Kweli, yule aliyeingia ndani ya mgahawa ni polisi wa hali cheo cha juu, na mtu huyu ni mmoja wa raia wetu mashuhuri, tajiri sana, na mzalendo mkubwa, – alinong’ona mwenye nyumba.
– Lakini kwa nini anamruhusu yule mwingine ampande mgongoni?
Mwenye nyumba akatikisa kichwa chake na tukasogea pembeni. Alinipa tabasamu la kudharau na kusema:
– Tunachukulia ni heshima kubwa na ya nadra! – Aliniambia vitu vingi sana ila, lakini nilifurahi sana kwa kuwa sikuweza kuvielewa. Lakini nilisikia wazi kabisa alichosema mwishoni: – Ni huduma kwa nchi ya mtu ambayo mataifa yote bado hayajajifunza kuthamini!
–
Tulifika kwenye mkutano na uchaguzi wa mwenyekiti ulikuwa tayari unaendelea.
Kundi la kwanza liliweka mtu anayeitwa Kolb, ikiwa nakumbuka jina sawasawa, kama mgombea wake wa kiti; kundi la pili lilimtaka Talb, na la tatu lilikuwa na mgombea wao wenyewe.
Kulikuwa na wasiwasi wa kutisha; kila kundi lilitaka kushinikiza mtu wake mwenyewe.
– Nadhani hatuna mtu bora kuliko Kolb kuwa mwenyekiti wa mkutano muhimu kama huu, – ilisema sauti kutoka kwa kundi la kwanza, – kwa sababu sote tunajua vyema sifa zake kama raia na ujasiri wake mkubwa. Sidhani kama kuna mtu yeyote kati yetu hapa anayeweza kujivunia kwa kuwa amekuwa akiendeshwa mara kwa mara na watu muhimu sana…
– Wewe ni nani kuongea juu yake, – alimtuliza mtu kutoka kikundi cha pili. – Haujawahi kupakiwa na karani wa polisi wa mdogo!
– Tunajua fadhila zako ni zipi, – alilia mtu kutoka kundi la tatu. – Kamwe hauwezi kupata pigo moja la mjeledi bila kuomboleza!
– Wacha tuelewane hili, ndugu! – alianza Kolb. – Ni kweli kwamba watu mashuhuri walikuwa wakipanda mgongoni mwangu mapema tangu miaka kumi iliyopita; walinipiga viboko na sikuwahi kutoa kilio, lakini inaweza kuwa kuna wanaostahili zaidi kati yetu. Labda kuna wadogo walio bora zaidi.
– Hapana, hapana, – walilia wafuasi wake.
– Hatutaki kusikia kuhusu heshima zilizopitwa na wakati! Ni miaka kumi tangu Kolb alipokuwa amepandwa mgongoni, – wakakemea kutoka kundi la pili.
– Damu changa inachukua hatamu, acheni mbwa mzee watafune mifupa ya zamani, – akaita mwengine kutoka kundi la tatu.
Ghafla hakukuwa na kelele tena; watu walisogea nyuma, kushoto na kulia, kusafisha njia na nikaona kijana mdogo wa karibu miaka thelathini. Alipokaribia, vichwa vyote viliinama.
– Huyu ni nani? – Nilimnong’oneza mwenye nyumba yangu.
– Yeye ndiye kiongozi maarufu. Kijana, lakini mwenye matumaini sana. Katika siku zake za awali aliweza kutamba kuwa alimbeba Chifu mgongoni mwake mara tatu. Yeye ni maarufu kuliko mtu yeyote.
– Labda watamchagua? – Niliuliza.
– Hiyo ni zaidi ya hakika, kwa sababu kwa wagombea wengine wote – wote ni wazee, wakati umewapita, wakati Chifu alipanda kwa muda kidogo nyuma ya mgongo wake jana.
– Jina lake ni nani?
– Kleard.
Walimpa mahali pa heshima.
– Nadhani, – sauti ya Kolb ilivunja ukimya, – kwamba hatuwezi kupata mtu bora kwa nafasi hii kuliko Kleard. Yeye ni mchanga, lakini hakuna hata mmoja wetu wazee ni sawa naye.
– Sikiliza, sikiliza!… Maisha marefu Kleard!… – sauti zote zilinguruma.
Kolb na Talb walimpeleka mahali pa mwenyekiti. Kila mtu alimwinamia kwa kina, na kulikuwa na ukimya kabisa.
– Asanteni, ndugu, kwa shukrani zenu za juu na heshima hii mmenipa kwa makubaliano. Matumaini yenu, ambayo yapo kwangu sasa, ni ya kufurahisha. Sio rahisi kuendesha matakwa ya taifa kupitia siku hizi ngumu, lakini nitafanya kila kitu kwa nguvu zangu kuhalalisha uaminifu wenu, kuwakilisha maoni yenu kwa uaminifu, na kustahili kuthaminiwa kwa hali ya juu kutoka kwenu. Asante, ndugu zangu, kwa kunichagua.
– Oyee! Oyee! Oyee! – Wapiga kura walitetemesha kutoka pande zote.
– Na sasa, ndugu, nina imani mtaniruhusu kusema maneno machache juu ya tukio hili muhimu. Si rahisi kuteseka kwa maumivu kama haya, mateso kama haya ambayo yamehifadhiwa kwa ajili yetu; si rahisi paji la uso na mtu kuwekwa chapa kwa chuma cha moto. Kwa kweli, hapana – ni uchungu ambao sio watu wote wanaweza kuvumilia. Wacha waoga watetemeke, waache watetemeke kwa woga, lakini hatupaswi kusahau hata kwa muda mfupi kwamba sisi ni wana wa mababu jasiri, damu tukufu inatembea kwenye mishipa yetu, damu ya kishujaa ya babu zetu, mashujaa wakuu ambao walikufa bila kufunga kope kwa uhuru na kwa faida yetu sisi wote, na kizazi chao. Mateso yetu ni kidogo, ikiwa utafikiria kuhusu mateso yao – je! Tuishi kama washiriki wa uzao mbaya na waoga kwa kuwa tunaishi vizuri zaidi kuliko hapo zamani? Kila mwenye uzalendo wa kweli, kila mtu ambaye hataki kuweka aibu taifa letu mbele ya ulimwengu wote, atabeba uchungu kama mwanaume na shujaa.
– Sikiliza! Sikiliza! Maisha marefu Kleard!
Kulikuwa na wasemaji kadhaa wenye bidii baada ya Kleard; waliwatia moyo watu waliogopa na kurudia zaidi au kidogo ya yale Kleard aliyoyasema.
Ndipo mzee aliyechoka, mwenye uso uliojikunja, nywele zake na ndevu nyeupe kama theluji, aliomba kusema. Magoti yake yalikuwa yametetemeka kwa uzee, mikono yake ilikuwa ikitetemeka, mgongo wake ukiwa umeinama. Sauti yake yenye mawimbi, macho yake yalikuwa angavu kwa machozi.
– Watoto, – alianza, machozi yakimtiririka kwenye mashavu yake na kudondokea kwenye ndevu zake nyeupe, – Nina huzuni na nitakufa hivi karibuni, lakini kwangu mimi niliona afadhali usikubali aibu kama hiyo ije kwenu. Nina umri wa miaka mia moja, na nimeishi maisha yangu yote bila hiyo!… Je! Kwa nini chapa ya utumwa ipandikizwe juu ya kichwa changu nyeupe na dhaifu sasa?…
– Chini kwa kizee! – mwenyekiti akapiga kelele.
– Chini naye! – wengine walipiga kelele.
– Mzee mwoga!
– Badala ya kutia moyo vijana, anatia hofu kila mtu!
– Anapaswa kuonea aibu nywele zake za kijivu! Ameishi muda mrefu wa kutosha, na bado anaweza kuogopa – sisi ambao ni vijana ni hodari zaidi…
– Chini na mwoga!
– Mtupe nje!
– Chini naye!
Umati wa watu jasiri na wenye hasira, vijana wazalendo walimkimbilia yule mzee na kuanza kumsukuma, kuvuta, na kumpiga kwa ukali wao.
Mwishowe walimwacha aende kwa sababu ya uzee wake – vinginevyo wangekuwa wamempiga mawe akiwa hai.
Wote waliapa kuwa jasiri kesho na kujionyesha wanastahili heshima na utukufu wa taifa lao.
Watu waliondoka kwenye mkutano kwa utaratibu mzuri. Waliokuwa wanajitenga walisema:
– Kesho tutaona nani ni nani!
– Tutawachambua wanaojivuna kesho!
– Wakati umefika wa wanaostahili kujitofautisha na wasiostahili, ili kila mtu asiweze kujivunia moyo wa ujasiri!
–
Nilirudi kwenye mgahawa.
– Je! Umeona kile tulichoumbwa nacho? – mwenye nyumba yangu aliniuliza kwa sifa.
– Hakika nimeona, – Nilijibu, nikiona nguvu yangu imeniacha na kwamba kichwa changu kilikuwa kimejaa hisia za kushangaza.
Siku hiyo hiyo nilisoma kwenye gazeti lao habari iliyoongoza kama hii:
– Wananchi, ni wakati wa kuacha kujivuna bure na kuringa kati yetu; ni wakati wa kuacha kuthamini maneno matupu ambayo tunayotumia kwa maelezo mengi ili kuonyesha tabia zetu za kufikirika na jangwa. Wakati umefika, wananchi, kujaribu maneno yetu na kuonyesha ni nani anayestahili na nani hafai! Lakini tunaamini kwamba hakutakuwa na waoga wa aibu kati yetu ambao watalazimika kuletwa kwa nguvu mahali pa kuweka chapa. Kila mmoja wetu ambaye anasikia katika mishipa yake kuwa damu tukufu ya babu zetu atapambana kuwa miongoni mwa wa kwanza kubeba uchungu na kuteseka, fahari na ukimya, kwa maana huu ni uchungu mtakatifu, ni dhabihu kwa faida ya nchi yetu na kwa ustawi wetu sote. Mbele, Wananchi, kwa kuwa kesho ndio siku ya mtihani mtukufu!…
–
Mmiliki wa nyumba yangu alielekea kulala moja kwa moja baada ya mkutano ili aweze kufika mapema mahali palipoteuliwa kesho yake. Wengi walikuwa, hata hivyo, walienda moja kwa moja kwenye Ukumbi wa Mji ili kuwa karibu iwezekanavyo kwa mwanzo wa foleni.
Siku iliyofuata pia nilienda kwenye Ukumbi wa Mji. Kila mtu alikuwepo – wachanga kwa wazee, wake kwa waume. Baadhi ya akina mama walileta watoto wao mikononi mwao ili wapewe chapa ya utumwa, hiyo ni kusema kwa heshima, na hivyo kupata haki kubwa ya nafasi za juu katika utumishi wa umma.
Kulikuwa na kusukumana na kuapa (kwa hili walikua kama sisi Waserbia, na nilifurahi kwa hilo), na kila mtu alijitahidi kuwa wa kwanza mlangoni. Wengine walikuwa wakiwakamata wengine kooni.
Chapa zilitolewa na mtumishi maalum wa umma katika suti yake rasmi na nyeupe, ambaye alikuwa akiwakemea watu kwa upole:
– Msinong’one, Mungu wangu, zamu ya kila mtu itafika – nyie sio wanyama, nadhani tunaweza kusimamia bila kusukumana.
Kupata chapa kukaanza. Mmoja akapiga kelele, mwingine alikuwa anaugua tu, lakini hakuna mtu aliyeweza kuvumilia bila kutoa sauti muda wote niliokua pale.
Sikuweza kuvumilia kutazama mateso haya kwa muda mrefu, kwa hivyo nilirudi kwenye mgahawa, lakini baadhi yao walikuwa wamekwishafika pale, kunywa na kunywa.
– Hiyo imekwisha! – alisema mmoja wao.
– Kweli, hatukupiga kelele sana, lakini Talb alikuwa akilia kama punda!… – Alisema mwingine.
– Unaona jinsi Talb wako alivyo, na ulitaka awe kama mwenyekiti wa mkutano jana.
– Ah, kamwe hauwezi kujua!
Waliongea, wakiugua maumivu na uchungu, lakini wakijaribu kuificha, kwani kila mmoja alikuwa na aibu ya kufikiriwa kuwa mwoga.
Kleard alijidhalilisha mwenyewe, kwa sababu aliugulia, na mtu mmoja anayeitwa Lear alikuwa shujaa kwa sababu aliomba kupata chapa mbili kwenye paji la uso wake na kamwe hakutoa sauti ya maumivu. Jiji lote lilikuwa likiongea tu kwa heshima kubwa juu yake.
Watu wengine walikimbia, lakini walidharauliwa na kila mtu.
Baada ya siku chache yule aliye na chapa mbili kwenye paji lake la uso alitembea na kichwa kikiwa juu kwa hadhi, heshima na kujistahi, amejawa utukufu na kiburi, na kila aendapo, kila mtu alimwinamia na kumvulia kofia yake kumsalimia shujaa wa siku hiyo .
Wanaume, wanawake, na watoto walimfuata barabarani ili kuona mtu shupavu zaidi wa taifa hilo. Popote alipoenda, minong’ono iliongozwa na mshangao ulimfuata: ‘Lear, Lear!… Ni yeye!… Huyo ndiye shujaa ambaye hakulia, ambaye hakutoa sauti wakati chapa mbili zilivutiwa kwenye paji la uso wake!’ Alikuwa kwenye vichwa vya habari vya magazeti, akisifiwa na kutukuzwa.
Na alikuwa anastahili kupendwa na watu.
–
Katika mahali pote ninasikiliza sifa kama hizi, na ninaanza kuhisi damu tukufu ya zamani ya Serbia ikitembea kwenye mishipa yangu, babu zetu walikuwa mashujaa, walikufa walemavu kwenye vijiti kwa uhuru; sisi pia tunao ushujaa wetu wa zamani na Kosovo yetu. Ninafurahi na kujivunia kwa ubatili wa kitaifa, nina shauku ya kuonyesha jinsi uzao wangu ulivyo jasiri na kukimbilia Ukumbini na kupiga kelele:
– Kwa nini mnamsifu Lear wenu?… Hamjawahi kuona shujaa wa kweli! Njooni mjionee wenyewe damu tukufu ya Serbia ilivyo! Weka chata kichwani mwangu, sio mbili tu!
Mtumishi wa umma katika suti nyeupe alileta chapa yake karibu na paji langu la uso, na nikaanza… Niliamka kutoka kwenye ndoto yangu.
Nililisugua paji langu la uso kwa hofu na nikajiwazia, nikishangaa vitu vya kushangaza ambavyo vinaonekana katika ndoto zangu.
– Karibu ningefunika utukufu wa Lear wao, – Nikawaza na, kuridhika, nikageuka, na nilisikitika kidogo kwa sababu ndoto yangu haikukamilika.
Huko Belgrade, 1899
Kwa mradi wa “Radoje Domanovic” uliotafsiriwa na John N. Lusingu, 2020
Hoja ya ng’ombe wa kawaida wa Serbia
Maajabu mengi yanafanyika katika ulimwengu huu, na nchi yetu ni, kama wengi wanavyosema, maajabu yanabubujika kwa kiwango ambacho maajabu sio maajabu tena. Kuna watu hapa kwenye nafasi za juu sana ambao hawafikirii kamwe, na kama fidia, au labda kwa sababu zingine, ng’ombe wa mkulima wa kawaida, ambaye hana tofauti hata kidogo na ng’ombe wengine wa Serbia, alianza kufikiria. Mungu anajua yaliyotokea ambayo yalimfanya mnyama huyu mwerevu kuthubutu kuchukua bidii kama hiyo, haswa kwani imethibitishwa kuwa katika kazi hii ya bahati mbaya huko Serbia inaweza kukuletea madhara. Acha basi tuseme kwamba ibilisi huyu masikini, katika kila upumbavu wake, hakujua kwamba juhudi hii haina faida katika nchi yake, kwa hivyo hatutamtaja kwa ujasiri wowote wa kiraia. Lakini bado inabakia kuwa ni fumbo kwanini ng’ombe anapaswa kufikiria wakati yeye sio mpiga kura, wala diwani, wala mzee ya kijiji, na hajachaguliwa kuwa naibu katika mkutano wowote wa wanyama jamii ya ng’ombe, au hata (ikiwa ameshafikia umri fulani) kuwa seneta. Na kama roho hii masikini ilishawahi kuota kuwa waziri wa serikali katika nchi yoyote ya jamii ya ng’ombe, angejua kwamba kinyume chake, anapaswa kufanya mazoezi ya kufikiria kidogo iwezekanavyo, kama wale mawaziri bora katika nchi zingine zenye furaha, ingawa nchi haina bahati sana katika suala hili pia. Mwishowe, kwa nini kujali ni kwanini ng’ombe huku Serbia amechukua kazi iliyoachwa na watu? Pia, inaweza ikawa kwamba alianza kufikiria tu kwa sababu ya tabia yake ya asili.
Kwa hivyo, ni ng’ombe wa aina gani? Ng’ombe wa kawaida ambaye, kama elimu ya wanyama inavyotufundisha, kichwa, mwili, na miguu, kama ng’ombe wengine wote; anavuta mkokoteni, anakula nyasi, analamba chumvi, anarudia chakula na analia kama ng’ombe. Jina lake ni Cheupe, ng’ombe wa kijivu.
Hivi ndivyo alianza kufikiria. Siku moja bwana wake alimfunga nira yeye na rafiki yake, Cheusi, walipakiza nguzo zilizoibiwa kwenye mkokoteni na kwenda nazo kuuza mjini. Karibia muda ule ule tu walipoingia mjini, aliuza zile nguzo na kisha akawafungua nira Cheupe na mwenzake, akaweka mnyororo ambao unawafungia nira, akatupa bunda la magugu mbele yao, na kwa haraka akaingia kwenye ukumbi mdogo ili kuburudika na vinywaji vichache. Kulikuwa na tafrija inayoendelea katika mji, hivyo kulikuwa na wanaume, wanawake, na watoto wakipita kutoka pande zote. Cheusi, aliyejulikana na ng’ombe wengine kama mjinga, hakuangalia kitu chochote, badala yake, alibaki kwenye chakula chake cha mchana kwa uzito wote, akala akashiba, akalia kidogo kwa kuburudika vizuri, kisha akalala, akisinzia vizuri huku anarudia chakula. Watu wote waliopita hakuwakujali vyovyote. Anasinzia na kurudia chakula kwa amani (ni huruma yeye sio mwanadamu, na utabiri huu wote wa kazi ya hali ya juu). Lakini Cheupe hakuweza kula hata kidogo. Macho yake yenye ndoto na sura ya kusikitisha ilionyesha hapo mwanzoni kwamba huyu alikuwa mtafakari, na roho tamu, isiyo na taswira. Watu, Waserbia, wanampita, wanajivunia historia yao tukufu, jina lao, taifa lao, na kiburi hiki kinaonyesha kwenye tabia yao kali na mwendo. Cheupe aliona yote haya, na roho yake ilikuwa imetekwa ghafla na huzuni na maumivu kwa sababu ya ukosefu wa haki uliokithiri, na hakuweza kuvumilia hisia kali, za ghafla na zenye nguvu; akalia kwa huzuni, kwa uchungu, machozi yakimtiririka. Na kwa uchungu wake mkubwa, Cheupe alianza kufikiria:
– Je! Bwana wangu na washirika wake, Waserbia, wanajivunia nini? Je! Kwanini wanavuta shingo zao juu sana na kuwaangalia watu wangu kwa kiburi na dharau? Wanajivunia nchi yao, wanajivunia kwamba huruma ya hatima imewajalia kuzaliwa hapa Serbia. Mama yangu alinizaa hapa Serbia pia, na Serbia sio ardhi yangu tu bali ni ya baba yangu pia, na babu zangu, kama vile wa kwao, wote kwa pamoja, walikuja katika nchi hii kutoka nchi yao ya zamani ya Slavic. Na bado hakuna mmoja wetu ng’ombe aliyejisikia fahari juu yake, sisi tu tulijivunia uwezo wetu wa kuvuta mzigo mzito kwenye kilima; hadi leo, ng’ombe hajawahi kumwambia ng’ombe mmoja wa Ujerumani: “Unataka nini kutoka kwangu, mimi ni ng’ombe wa Serbia, nchi yangu ni nchi yenye fahari ya Serbia, mababu zangu wote walikua na walizaliwa hapa, na hapa, katika nchi hii, ni kaburi za mababu zangu.” Mungu wangu, hatujawahi kujivunia hili, haijawahi kukumbukwa, na wanajivunia hata hivyo. Watu wa ajabu!
Akiwa amechukuliwa na mawazo haya, ng’ombe huyo alitikisa kichwa kwa huzuni, kengele shingoni mwake ikililia na nira likitoa sauti ya kukatika. Cheusi alifumbua macho yake, akamtazama rafiki yake, na akalia akapiga kelele:
– Haya umeanza tena na huo ujinga wako! Kula, mjinga, ongeza mafuta, angalia mbavu zako zote zilivyochomoza; kama ni vema kufikiria, watu wasingetuachia sisi ng’ombe. Hakuna njia ambayo tungekua na bahati nzuri!
Cheupe alimwangalia yule mwenzake kwa huruma, akageuza kichwa chake kutoka kwake, na kuzama tena katika mawazo yake.
– Wanajivunia zamani zao tukufu. Wana uwanja wao wa Kosovo, Vita ya Kosovo. Kubwa sana, babu zangu hawakuvuta mikokoteni yenye chakula na silaha huko nyuma? Kama isingekua sisi, watu wangelazimika kufanya hivyo wenyewe. Halafu kuna ghasia dhidi ya Waturuki. Jaribio kubwa, bora, lakini ni nani alikuwa hapo wakati huo? Ilikuwa ni hawa wajinga wenye pua za juu, wakitembea kwa kiburi mbele yangu kana kwamba ni ushindi wao, ni nani aliyeinua mapinduzi? Hapa, chukua bwana wangu kama mfano. Yeye pia anajivuna na kutamba juu ya mapinduzi, haswa na ukweli kwamba babu yake mkubwa aliangamia kwenye vita ya ukombozi kama shujaa wa kweli. Na hii ni sifa ya bwana wangu? Babu yake mkubwa alikuwa na haki ya kujivuna, lakini sio yeye; babu yake mkubwa alikufa ili bwana wangu, ukoo wake, wawe huru. Kwa hivyo yuko huru, na anatumiaje uhuru wake? Anaiba nguzo za watu wengine, anakaa kwenye mkokoteni, na inabidi nimvute yeye na hizo nguzo wakati amelala kwenye chaga. Sasa ameuza nguzo zake, anakunywa mvinyo, hafanyi chochote na anajivunia historia yake tukufu. Na ni wangapi wa mababu zangu waliouawa kwenye uasi huo kuwalisha wapiganaji? Na je! Babu zangu wakati huo hawakuvuta silaha, mizinga, chakula, risasi? Na bado hatujivunii sifa zao kwa sababu hatujabadilika; bado tunafanya kazi zetu hadi leo, kama tu mababu zetu walivyofanya, kwa uvumilivu na uangalifu.
Wanajivunia mateso ya mababu zao na ya miaka mia tano ya utumwa. Ndugu zangu wameteseka katika maisha yetu wote, na leo bado tunateseka na tumetumikishwa, na bado hatujapiga kelele juu ya sauti zetu zote. Wanasema kwamba Waturuki waliwatesa, kuwachinja na kuwachoma; vema, mababu zangu waliuwawa na Waserbia na Waturuki pia, na kukaangwa, na kuvikwa kila aina ya mateso.
Wanajivunia dini yao, na bado hawaamini chochote. Je! Ni nini mimi na watu wangu kwamba hatuwezi kukubalika kati ya Wakristo? Dini yao huwaambia “usiibe” na kuna bwana wangu anaiba na kunywa kwa pesa alizopata kwa kuiba. Dini yao huwaamuru wawapende majirani zao, na bado wanaumizana wenyewe kwa wenyewe. Kwao, wanaume bora, mfano wa fadhila, ndiye asiyefanya ubaya wowote, na kwa kweli, hakuna mtu anayezingatia kumuuliza mtu yeyote kufanya jambo zuri pia, aisipokua usitende mabaya. Hicho ndicho kiwango cha chini cha mifano yao ya wema ujazo wa zaidi ya kitu kisichokua na umuhimu ambacho hakifanyi mabaya.
Ng’ombe akapumua kwa nguvu, na kupumua kwake kukainua mavumbi barabarani.
– Kwa hivyo – ng’ombe aliendelea na mawazo yake ya kusikitisha – katika hali hii, si mimi na jamaa yangu ni bora katika yote hayo kuliko wao? Sijawahi kumuua mtu yeyote, sijawahi kumchafua mtu yeyote, sijawahi kuiba chochote, sijafukuza mtu asiye na hatia kutoka kwenye huduma ya umma, sijafanya upungufu katika hazina ya serikali, sijatangaza kufilisika bandia, Sijawahi kufunga au kuwakamata watu wasio na hatia, sijawahi kuwatukana marafiki wangu, sijawahi kwenda kinyume na kanuni zangu za ng’ombe, sijatoa ushahidi wa uongo, sikuwahi kuwa waziri wa serikali na kamwe sikuifanyia nchi yangu madhara yoyote, na sio kuwa sikufanya ubaya wowote, mimi pia huwafanyia wema wale wanaonitenda vibaya. Mama yangu alinizaa, na mara, watu wabaya hata walichukua maziwa ya mama yangu kwangu. Mungu angalau ameunda nyasi kwa ajili yetu ng’ombe, na sio kwa wanadamu, na bado wanatunyima pia. Bado, mbali na kipigo chote kile, tunavuta mikokoteni ya wanadamu, tunalima shamba zao na tunawalisha mkate. Na bado hakuna mtu anayekiri uhalali wetu ambao tunafanya kwa nchi…
– Au chukua kufunga kama mfano; vizuri, kwa binadamu, dini inasema kwamba tufunge wakati wote wa sikukuu, na bado hawako tayari kuvumilia mfungo mdogo huu, wakati mimi na watu wangu tunafunga maisha yetu yote, tangu sisi tumekomeshwa kutoka kwenye matiti ya mama zetu.
Ng’ombe aliinamisha kichwa chake kana kwamba alikuwa na wasiwasi, kisha akakiinua tena, akatoa sauti puani kwa hasira, na ilionekana kuwa kitu cha maana kilikuwa kinarudi kwake, kumnyanyasa; ghafla, akapiga kelele kwa furaha:
– Ah, najua sasa, lazima iwe hivyo – na aliendelea kufikiria, – ndivyo ilivyo; wanajivunia uhuru wao na haki za raia. Nahitaji kuliweka akilini mwangu kwa umakini.
Na alikuwa akifikiria, na kufikiria, lakini hakuweza kuvumbua.
– Je! Ni haki gani hizi za kwao? Ikiwa polisi wataamuru wapige kura, watapiga kura, na kama hivyo, tunaweza kwa urahisi kupiga kelele: „Kwa-a-ke-eee!“ Na ikiwa hawajaamriswa, hawathubutu kupiga kura, au hata kujihusisha na siasa. kama sisi. Vile vile wanapigwa gerezani, hata ikiwa hawana hatia kabisa. Angalau tunalia na kuzungusha mikia yetu, na hawana hata huo ujasiri mdogo wa raia.
Na wakati huo, bwana wake alitoka kwenye chumba cha pombe. Amelewa, anatapatapa, macho yenye ukungu, akiongea maneno kadhaa yasiyoeleweka, akatapatapa akitembea kuelekea kwenye mkokoteni.
– Angalia tu, ni vipi huyu jamaa mwenye kiburi anatumia uhuru uliopatikana na damu ya mababu zake? Sawa, bwana wangu ni mlevi na mwizi, lakini wengine hutumiaje uhuru huu? Ili tu kuzubaa na kujivunia zamani na kwa sifa ya babu zao, ambazo wamechangia sana kama mimi. Na sisi ng’ombe, tulibaki kuwa wachapakazi na wenye umuhimu kama babu zetu walivyokuwa. Sisi ni ng’ombe, lakini bado tunaweza kujivunia kazi zetu ngumu na mafanikio leo.
Ng’ombe akaguna kwa undani na kuweka shingo yake kwenye nira.
Huko Belgrade, 1902
Kwa mradi wa “Radoje Domanović” uliotafsiriwa na John N. Lusingu, 2020